Ada dua buah ember, yang satu bernama Syukur dan lainnya adalah Keluh.
Mereka berada dalam rumah yang sama, disimpan di pekarangan dan kadang mengobrol kalau sedang bersama.
Si Keluh adalah ember yang posisinya selalu telungkup. Sebaliknya dengan Syukur, posisinya selalu terbuka.
Setiap hujan turun, Syukur selalu bahagia. Ia tertawa bila air hujan sudah memenuhinya bahkan sampai tumpah saking penuhnya. Sedangkan Keluh selalu marah-marah, ia tidak suka hujan, takut dirinya kotor. Maka si Keluh selalu telungkup, tidak mau menampung air hujan.
Sang pemilik rumah selalu memakai air hujan yang ditampung Syukur untuk menyiram tumbuhan bahkan untuk membersihkan mobil.
Suatu hari, ember Keluh marah besar pada pemilik rumah. Ia memaki-maki dan bersungut-sungut.
“Kenapa sih selalu kamu, Kur, ember yang dipakai?! Aku juga kan ember, sama kayak kamu. Pemilik kita sangat tidak adil! Aku sebel, sebel, sebelllll!!!”
“Makanya Luh, coba deh kamu jangan telungkup terus kalau hujan. Coba tampung air hujan, pasti si Boss akan pakai kamu juga...” nasehat ember Syukur.
“Iiiih, ga banget tau! Masa nampung air hujan sih!” ember Keluh berekspresi seolah mau muntah.
“Lah, kita kan ember, Luh, gunanya emang untuk nampung air. Kalau telungkup terus, ya kita bukan ember yang seharusnya... Coba deh Luh, kamu menikmati hujan juga seperti aku, pasti ketagihan, hehehe...”
“Dasar kamu emang ember sok tahu! Emang kamu siapa, sok sok nasehatin aku?! Kita liat aja, ember tuh harusnya telungkup, terlihat elegan, bersih! Pasti aku yang benerrr!!”
Akhirnya si Syukur pun hanya angkat bahu, tidak ingin berdebat sia-sia dengan si Keluh.
Hari-hari pun terus berlalu. Si Syukur selalu dipakai Boss mereka alias sang pemilik rumah. Sedangkan si Keluh terus telungkup dan marah-marah.
Suatu hari, pemilik rumah pun memutuskan ember Syukur dimasukkan ke dalam rumah, untuk menampung air di kamar mandi. Si Keluh tetap di pekarangan, telungkup dan tak pernah terbuka.
Orang yang mengeluh dapat diumpamakan seperti ember yang tertelungkup pada cerita di atas. Ia tidak menyadari berkat Tuhan yang selalu menghujani hidupnya, tapi selalu bersungut-sungut akan kehidupannya dan tidak meresponi berkat Tuhan.
Sebaliknya, orang yang suka bersyukur dapat diumpamakan seperti ember yang terbuka, meresponi dan menikmati hujan berkat Tuhan setiap hari, dipakai Tuhan untuk memberkati banyak orang melalui kesaksian hidupnya.
Mulutku penuh dengan puji-pujian kepada-Mu, dengan penghormatan kepada-Mu sepanjang hari.
... aku senantiasa mau berharap dan menambah puji-pujian kepada-Mu...
Mazmur 71
No comments:
Post a Comment