Alkisah
ada seorang gadis yang sedang merasa tertekan. Setelah sekian tahun lamanya, ia
baru menyadari sesuatu. Ada yang salah dengan dirinya, ia baru tahu. Tubuhnya
kerdil, tidak seperti gadis sebayanya. Kulitnya penuh cacat, ia sendiri jijik.
Dia
berlari, merasa tak ada satu pun yang boleh mendekatinya. Ia masuk ke sebuah
gua, telanjang kaki, meringkuk di kegelapan sana. Ia tidak dapat lagi merasakan
kakinya yang berdiri di atas batu-batu keras itu. Bersembunyi dalam gua, tak
berani keluar.
Di
depan gua itu saat ia mengintip, ada sepasang kaki di luar sana. Ia kenal siapa
yang sedang menunggu di depan gua itu. Ia tahu, ia sedang ditunggu.
Ayahnya,
mengajaknya pulang. Mengulurkan tangan, menunggu gadis itu keluar dari gua
tersebut. Tapi gadis itu takut, ia tak mau keluar, ia cacat, ia menjijikkan.
Ayah pasti membuang muka kalau melihat rupanya.
Oh,
apakah ayahnya memang sudah mengetahui hal ini dari dulu? Bagaimana mungkin
ayah tidak sadar kan? Lalu kenapa ayah memperlakukannya seolah ia tidak cacat?
Dari
kegelapan sini, ia masih melihat tangan ayahnya yang penuh penerimaan terulur,
dan mata yang lembut itu terus menatapnya, mengajaknya pulang.
Ada saat hidupku
berjalan dalam lembah
sampai keadaanku
tak berdaya
Pikiran manusiaku,
‘Dapatkah ku bertahan?’
Namun kekuatan ada
saat Kau berkata,
“Jangan pernah kau
ragukan kasih dan pengorbanan-Ku
Tangan-Ku terbuka
untukmu, datanglah mendekat pada-Ku
Jangan pernah kau
menyerah kar’na Aku bersamamu
Aku tetap sama
dulu, s’karang, sampai s’lamanya,
Penyelamatmu...”
-Aku bersamamu, Sari
Simorangkir-
No comments:
Post a Comment