Kisah ini saya tulis ulang dari salah satu buku Joanne Weaver yang berjudul “Having a Mary Heart in a Martha World” (kado ulang tahun dari salah satu sahabat saya, Nope. Thanks, dear!). Gambaran yang sungguh mengharukan saat saya membacanya, yang diceritakan oleh Robert Boyd Munger:
“Tanpa diragukan salah satu doktrin Kristen yang paling luar biasa adalah bahwa Yesus Kristus sendiri lewat hadirnya Roh Kudus akan masuk ke dalam hati manusia, berdiam di sana, dan menjadikan hati itu sebagai rumah-Nya.”
“Yesus masuk ke dalam kegelapan hati saya dan menyalakan lampu. Dia menyalakan api di tungku yang dingin dan melenyapkan udara dingin yang ada. Dia mengalunkan musik di tempat yang sunyi dan Dia mengisi kehampaan dengan persahabatan-Nya yang penuh kasih dan luar biasa indah.”
Munger melanjutkan ceritanya tentang bagaimana ia menunjukkan kepada Kristus ke sekeliling rumah hatinya, mengajak-Nya untuk “tinggallah di sini dan anggaplah ini seperti rumah sendiri,” sambil mengantar-Nya dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Bersama-sama mereka mengunjungi perpustakaan pikiran Munger—“sebuah ruangan yang sangat kecil dengan dinding yang sangat tebal”. Mereka memandang ke dalam ruang makan yang berisi hasrat. Mereka meluangkan waktu sejenak ke ruang kerja tempat talenta dan keahliannya disimpan, dan ruang kumpul-kumpul tempat terjalinnya hubungan dan persahabatan, aktivitas dan hiburan. Mereka bahkan melongokkan kepala mereka ke dalam lemari penyimpanan barang yang penuh berisi benda-benda yang sudah mati dan busuk yang ditimbunnya.
“Berikutnya kami berjalan menuju ruang melukis. Ruangan ini terasa ramah dan nyaman. Saya menyukainya. Ruangan ini memiliki perapian, kursi yang berbantalan tebal, rak buku, sofa, dan suasana hening.”
“Tuhan tampaknya juga menyukai tempat ini. Dia berkata, Ruangan ini benar-benar menyenangkan. Kita bisa sering datang kemari. Tempat ini terasing dan sunyi dan kita dapat bersekutu bersama.”
“Dia berjanji, Aku akan berada di sini pagi-pagi sekali setiap hari. Temui Aku di sini dan kita akan memulai hari itu bersama-sama. Dengan demikian, setiap pagi saya akan turun ke ruang melukis dan Dia akan membawa Alkitab, membukanya dan kemudian kami akan membacanya bersama-sama. Dia akan memberitahu tentang betapa kayanya isi Alkitab itu dan menjelaskan kebenaran di dalamnya kepada saya.”
Mereka melewatkan waktu yang indah bersama. Sebenarnya, kita menyebut ruang melukis itu sebagai “ruang pengasingan”. Itu adalah waktu kita melakukan Saat Teduh bersama.
“Namun, sedikit demi sedikit, di bawah tekanan berbagai tanggung jawab, waktu menjadi semakin pendek. Kadang-kadang saya mulai ketinggalan satu hari Saat Teduh, kemudian dua hari secara berturut-turut dan kian hari kian sering.”
“Saya ingat ketika suatu hari saya sedang tergesa-gesa. Ketika saya melewati ruang melukis, pintu terbuka sedikit. Saat melongok ke dalam, saya melihat api menyala di perapian dan Tuhan sedang duduk di dekat sana. Tuhan, maafkan saya. Apakah Engkau sudah berada di sini sepanjang pagi ini?”
“Benar, sahut-Nya, Aku sudah mengatakan kepadamu bahwa Aku akan berada di sini setiap pagi untuk menemuimu. Saya menjadi semakin malu. Dia telah bersikap setia tanpa menghiraukan ketidaksetiaan saya. Saya memohon pengampunan-Nya dan Dia mengampuni saya.”
“Dia berkata, Masalahmu adalah: Selama kamu memikirkan tentang Saat Teduh, Pendalaman Alkitab, dan waktu doa, sebagai faktor untuk kemajuan rohanimu sendiri, tetapi kamu sudah lupa bahwa waktu ini juga memiliki makna bagi-Ku.”
Suatu hubungan tidak terjadi begitu saja. Hubungan harus dipelihara, dilindungi, dan dicintai.
-Joanne Weaver
Hmm, semoga terberkati : )
No comments:
Post a Comment