Sunday, October 21, 2012

O Little Bird



Hmm, mungkin ini terlalu larut malam untuk menulis.. Tapi inspirasi ini muncul begitu saja, menjelang saya mau tidur (ok, I’m on my bed now..).
Sekarang, mari kita berimajinasi :D
Sambil membaca kisah berikut, mari kita turut membayangkannya, seperti sebuah film yang diputar dalam pikiran kita.

Alkisah, ada seekor anak burung yang merasa dirinya terkurung.
Dulu, ia tidak pernah berpikir demikian, karena ia selalu diberi makan dan minum tepat waktu. Ia tidak pernah sakit dan tidak pernah merasa kelaparan. Namun lama-lama ia mulai bosan menjalani hari-harinya dan sering mengeluh. Entahlah, dia ingin bebas, dia merasa terkurung, terpenjara, muak dengan kehidupannya yang sekarang.
Suatu hari, karena sudah tidak tahan lagi, sang burung kecil pun memutuskan untuk kabur dari sarangnya.
Begitu berhasil melarikan diri, ia terus terbang tanpa melihat ke belakang sedikit pun.
‘Aku bebas, aku bebas!’ pikirnya.
Dia terbang tinggiiiii sekali, sesekali berputar senang.
Dia merasa bebas, “Merdekaaa!” teriaknya.
Anak burung tersebut pun hidup bahagia selamanya.
tamat


Hei, tunggu..
Cerita ini tidak bisa berakhir begitu saja… Apakah film di imajinasi kita sudah sesuai dengan skenario yang saya tulis??
Coba cek skenario ini..
Suatu hari, karena sudah tidak tahan lagi, sang burung kecil pun memutuskan untuk kabur dari sarangnya.
Si anak burung baru saja meninggalkan sarang (SARANG ≠ SANGKAR).
Apakah film sudah cocok dengan skenario?
Kalau sudah, mari kita lanjutkan.............

Mulanya, burung kecil begitu bahagia, merasa damai dan perasaannya meletup-letup senang seperti kembang api.
‘Kenapa ya, aku ga kabur dari dulu aja?’ sesalnya saat  takjub melihat dunia luar.
 Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai menyadari bahwa tidak mudah untuk bertahan hidup dikarenakan usianya yang masih kecil dan belum sanggup mencari makan seorang diri.
Ia pun mulai merindukan sarangnya, rumahnya..
Selama ini ia tidak perlu bersusah payah mencari makan karena induknya selalu membawakan makanan lezat setiap hari ke hadapannya.
Oh, ia mulai merindukan induknya juga..
Memang sih, kadang ia kesal kalau dimarahi hanya karena terlalu rakus dan membuat saudara-saudaranya mendapat begian makanan lebih sedikit dari yang seharusnya.
“Tapi aku cuma minta sedikit!” elaknya suatu hari saat ia mengambil bagian makanan saudaranya.
“Meminta beda dengan mencuri!” Perkataan induknya yang tidak ia terima membuatnya bertekad untuk kabur dan mencari makan sendiri supaya tidak dimarah-marahi lagi dan bisa makan sepuasnya.
Kadang, ia juga kesal kepada saudara-saudaranya yang suka mengadu kepada induk mereka kalau ia mulai rakus. Tapi, kadang menggelikan baginya saat berhasil menjahili saudara-saudaranya, tidak jarang mereka tertawa dan bermain bersama.
Oh, ia bahkan mulai merindukan juga saudara-saudaranya!
Saat ini, kerinduannya semakin memuncak. Ia rindu sarang, ia rindu rumahnya.
Bodoh sekali merasa terpenjara di rumah sendiri! Sudah jelas rumah ≠ penjara.
Sekalipun kadang ia mengalami kekecewaan atau kesal pun bosan, tapi rumah tetaplah rumah, tempat terbaiknya bisa belajar dan bertumbuh, tempat tinggal sebenarnya.
Oh burung kecil…ia sudah terlalu jauh meninggalkan sarang, meninggalkan hutan, dan bahkan kini ia tidak tahu di mana dirinya sekarang.
Langit luas tidak dapat memberinya tempat untuk berpijak, keindahan awan dan angin semilir tidak dapat mengenyangkan perut laparnya.


Sebelum melanjutkan film kita ini, mari kita renungkan sebentar tentang makna cerita tersebut.
Terkadang, kita pun seperti si burung kecil. Merasa ‘rumah’ kita mulai membosankan, mengecewakan, mengesalkan, dan sebagainya. Rumah di sini bisa berarti suatu tempat di mana kita berpijak sekarang, atau mungkin suatu tanggung jawab, pekerjaan, komunitas kita, sahabat kita, keluarga kita, atau mungkin panggilan hidup kita.
Mungkin saat ini kita merasa muak dan terpenjara, ingin bebas, lepas…
Tapi mari kita belajar dari kisah si anak burung ini. Mari kita menyadari bahwa sarang berbeda dengan sangkar dan rumah berbeda dengan penjara. Bahwa sekalipun saat ini merasa muak, ketika suatu saat kita meninggalkan ‘rumah’, mungkin justru nanti kita akan sangat merindukan masa-masa di ‘rumah’.
Jadi, syukurilah ‘rumah’ tempat kita bersarang sekarang, jangan sampai menyesal. Kurangi mengeluh dan nikmatilah. Biarlah kita tidak menjadi burung kecil yang kabur, melainkan meninggalkan ‘sarang’ karena memang sudah saatnya, karena sudah cukup dewasa untuk pergi membuat dan tinggal di ‘sarang’ selanjutnya.

Kembali kepada kisah si anak burung:
Oh burung kecil pun sadar bahwa ia harus kembali. Sarang jauh lebih baik daripada langit tak berujung ini.
Ia pun berbalik arah, terbang menuju hutan, menuju sebuah pohon, menuju sarangnya.
Ia terbang, terbang, terbang.....hoahem...zzzz.. -_-



No comments:

Post a Comment