Beberapa kisah cinta yang kita tahu mungkin berlebihan.
“Romeo and Juliet”, kisah cinta yang fenomenal, menceritakan seseorang yang rela mati demi sang kekasih karena ga bisa hidup tanpanya.
“Ada Apa Dengan Cinta”, film remaja tentang cewek yang ngejar cowok sampai ke bandara saking ga rela kehilangan pujaannya.
Bahkan sampai cerita dongeng anak kecil sekalipun, pria yang karena love at first sight-nya rela mencari wanitanya itu ke seluruh penjuru negeri dengan bermodalkan hanya sebuah sepatu kaca yang tertinggal, kisah “Cinderella”.
Mungkin kisah cinta di dunia nyata ga selalu semanis atau semengharukan di atas. Ada orang yang bisa tetap hidup ketika pasangannya meninggal dunia, ada yang merelakan kepergian pujaannya dan cuma bisa memendam perasaannya doang, juga ada yang cuma bisa mengenang love at first sight-nya dalam angan. Ga semua orang menunjukkan rasa cintanya dengan lebay atau berlebihan. Ga perlu pakai acara kembang api, ga perlu teriak “I love you”, ga perlu pakai acara berlutut di depan umum hanya untuk sekedar menyatakan rasa cinta. Ga perlu berlebihan.
Sampai pagi ini, gue membaca sebuah kisah nyata. Kisah seorang wanita yang menyatakan bentuk cintanya—yang bagi orang-orang pada jaman itu (ribuan tahun lalu) terlalu berlebihan dan ga banget.
Seorang perempuan yang ga layak mencintai, karena statusnya yang sudah diketahui hampir seluruh isi kota itu. Ia terkenal sebagai seorang berdosa. Gue ga tahu, apa yang bisa menyebabkan dia punya jabatan itu: “perempuan berdosa”. Apa dia seorang pelacur, pencuri, atau apa, entahlah..
Ketika perempuan itu mendengar bahwa Pujaannya lagi mampir ke sebuah rumah, ia langsung pergi ke sana membawa sebuah buli-buli pualam yang isinya minyak wangi. Begitu datang ke sana, perempuan itu langsung membasahi kaki Pujaannya dengan air mata, menyekanya dengan rambutnya, mencium kaki tersebut lalu meminyakinya dengan minyak wangi. Jaman dulu seorang wanita yang menghormati, menyerahkan hidupnya pada seorang pria, akan melakukan hal tersebut, tapi ga pakai air mata seperti yang wanita itu lakukan. Lagipula bukan dia saja yang nge-fans sama Pujaannya itu, banyak orang juga yang memuja, tapi ga melakukan seperti itu, ga di depan umum, di rumah orang lain, dengan status perempuan berdosa. Lebay, ga tahu diri, memalukan, ga normal.
Tapi Yesus—Pujaannya itu—justru berkata sebaliknya pada sang pemilik rumah, “Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi. Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.” (kisah lebih lengkap, baca Lukas7:36-50)
Entah caranya disukai atau tidak, memang seseorang akan tahu bahwa ia dicintai ketika ada yang menunjukkan cintanya lewat perbuatan. Terpana gue pada kalimat Yesus tentang perempuan itu: “...ia telah banyak berbuat kasih.” Cinta memang harus ditunjukkan melalui perbuatan, bukan sekedar merasakan atau mengucapkannya saja. Bisa bertindak dengan cara yang orang lain lakukan pada umumnya, atau bisa diungkapkan dengan berlebihan seperti keempat kisah di atas. Mungkin yang semakin besar cintanya akan kelihatan semakin banyak bertindak.
Seperti Dia yang tidak hanya rela menderita, tapi mati buat kita untuk menyatakan cinta-Nya, bahkan bangkit untuk menyertai kita, setia meskipun di saat kita tidak setia. Mati, mengejar dan mencari kita sampai dapat, bahkan hal-hal luar biasa lainnya sudah Ia lakukan untuk kita, bertindak melebihi kisah cinta yang paling fenomenal sekalipun. Seperti Tuhan kita yang sudah menunjukkan cinta-Nya secara berlebihan, di atas rata-rata, maka kenapa kita harus biasa-biasa aja menunjukkan rasa cinta kita kepada-Nya : )
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini...”
No comments:
Post a Comment